Retarding Basin Alternatif Solusi Pengendalian Banjir Dan Penyediaan Tampungan Air Tanah Di Kabupaten Majene
Imam Rohani, ST. MT
(Dosen teknik sipil / keairan, Universitas Sulawesi Barat)
imamrhnmt@gmail.com
Kabupaten Majene adalah salah satu dari 5 Kabupaten dalam wilayah propinsi Sulawesi Barat dengan panjang pantai 125 Km yang terletak di pesisir pantai Sulawesi Barat memanjang dari Selatan ke Utara dengan luas 947,84 Km. Secara geografis, kemiringan tanah secara keseluruhan relatif miring dengan persentase wilayah yang mengalami erosi sebesar 3,41 %, dengan suhu udara kantara 21 C sampai 34 C, serta jumlah hari hujan 208 hari. berada pada ketinggian yang bervariasi antara 0 – 1.600 meter di atas permukaan laut.
Daerah ini mempunyai topografi yang sebagian besar merupakan lahan perbukitan dengan vegetasi yang mulai rusak akibat adanya pembukaan hutan. Sebahagian besar lahan yang ada berupa daratan aluvial pantai dan batuan gamping (70%). Kondisi ini akan menyebabkan potensi aliran sungai dari gunung dan mata air terbatas, apalagi di musim kemarau dan aliran permukaan (run off) sangat deras saat musim penghujan.
– Memanen Hujan
Hujan adalah berkah langit yang tak ternilai, dari hujan kehidupan dimulai, air hujan adalah air suci dan mahal. Jika menyiram tananam dengan air dan hujan yang menyirami, hasilnya kan sangat jauh berbeda. Hujan sangat berperan penting terhadap kesuburan tanah, cuaca, kesehatan dan dan aspek turunan lainya.
Sangat disayangkan jika hujan tiba, ia hanya terbuang di selokan dan dibiarkan ia tergenang padahal ia memilki berjuta kemanfaatan untuk kehidupan. Sementara musim penghujan dan kemarau adalah keadaan selalu berulang disetiap tahunnya. Ketika musim hujan adalah saat memanen dan menampung air sebagai jagaan untuk musim kemarau setelahnya.
– Kompleksitas Banjir
Kompleksitas banjir dapat dilihat dari berbagai komponen penyusun banjir seperti : debit, karakteristik hujan, topografi, kapasitas pembuangan, area vegetasi, serta kondisi permukiman, ekonomi, sosial, budaya dapat mempengaruhinya.
Kekomplekan penyusunnya tergantung kondisi lokasi studi. Ia terjadi tanpa pola tertentu atau mengikuti pola random atau caos system. Ia dapat memberikan dampak yang kompleks pula seperti : korban jiwa, longsor, dampak ekonomi, ekologi, kesehatan dan dampak turunan lainnya. Berikut beberapa kejadian banjir dan kekeringan di Kabupaten Majene selama kurun waktu 10 tahun terakhir :
(INILAH.COM, 11 Januari 2009) Banjir Rendam 2 Kabupaten di Sulbar, di Kabupaten Majene, tiga lokasi yang dilanda banjir yakni Kecamatan Malunda dan Kecamatan Ulu Manda dan Kecamatan Banggae atau ibu kota Kabupaten Majene. Sementara di Ibu Kota Majene, juga banjir namun rendaman airnya pasang surut tergantung curah hujan.
(ANTARA Sulsel, 1 Desember 2009), Sungai Mosso Majene Kekeringan, Sungai Mosso di Desa Mosso Kecamatan Sendana Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi Barat (Sulbar), mengalami kekeringan akibat kemarau yang masih melanda wilayah itu.
(Liputan6.com, 13 Jul 2010) Banjir di Majene Belum Surut, Ruas-ruas jalan masih tergenang air setinggi setengah hingga satu meter.
(antaranews.com, 27 September 2010) Banjir yang terjadi di Kabupaten Majene, merendam dua Kecamatan yang ada di wilayah itu yakni Kecamatan Banggae dan Banggae Timur. Banjir yang terjadi di dua kecamatan di Kota Majene tersebut sudah yang keduakalinya terjadi dalam setahun ini.
(antaranews.com, 30 Desember 2011) Banjir genangi jalan-jalan Kota Majene,
Banjir yang terjadi merendam sejumlah lokasi strategis di wilayah perkotaan dengan ketinggian air hingga 60 sentimeter. Ruas jalan yang terendam di antaranya adalah ruas Jl. Andi Pengerang Pettarani, Jl. Amanna Pattolawali, Jl. Hertasning, Jl. KH Muhammad Saleh, Jl. dr Samratulangi, Jl. Wahab Hazasi, serta ruas Jl. Jendral Sudirman. Beberapa tempat strategis lainnya yang terndam banjir adalah Kompleks Pasar Sentral Majene di Jl. Daeng Lanto Pasewang serta sejumlah ruas jalan Trans Sulawesi, seperti di Jl. Jendral Sudirman dan Jl. Abdul Rasyid.
(infopublik.id, 01 Juni 2012), Sulbar Fokus Atasi Krisis Air Bersih Majene, “Setiap tahun masyarakat Majene khususnya pada wilayah perkotaan menjadi pelanggan sulit air bersih pada musim kemarau,”
(CSR.id, 14 Desember 2012), Banjir Rendam Ratusan Rumah di Majene, Ratusan rumah di Desa Maliaya di sepanjang jalur trans Sulawesi ruas Kecamatan Malunda menuju Kota Mamuju, terendam banjir hingga setinggi lulut orang dewasa, Banjir juga dipicu oleh tidak memadainya saluran air. Selain rumah, areal persawahan dan perkebunan juga terendam. banjir yang juga merendam jalan trans Sulawesi.
(KOMPAS.com, 29 Desember 2014)
Banjir yang terjadi menyebabkan jalur Trans Sulawesi tepatnya di Kecamatan Banggae, Majene terendam banjir hingga satu meter. (SPBU) terpaksa ditutup.
(wartaekspres.com, 20 Agustus 2015), Kemarau Panjang, Dua Desa di Majene Krisis Air Bersih, sejumlah desa di Kecamatan Ulumanda telah mengalami krisis air bersih. Kondisi terparah terjadi di dua desa, yakni Desa Kabiraan dan Desa Sulai.
– Koreksi Sistem Drainase
Konsep sistem drainase konvensional (lama) menekankan pada upaya membuang dan mengeringkan air kelebihan dalam hal ini adalah air hujan secepat-cepatnya ke kanal, sungai atau laut. Hal ini akan menimbulkan dampak negatif diantaranya : konservasi air dikawasan yang di drain rendah, banjir dibagian hilir dimusim hujan, fluktuasi debit dan air tanah sangat tinggi antara musim penghujan dan kemarau, mengganggu ekosistem dan ekologi lingkungan dan muka air tanah cenderung turun karena infiltrasi air tanah rendah.
Konsep drainase harus didefinisikan sebagai usaha untuk mengalirkan air kelebihan (air hujan) dengan cara meresapkan air kedalam tanah, menyimpan dipermukaan tanah untuk menjaga kelembaban udara, dan mengalirkan ke pembuangan secara proporsional, sehingga tidak menyebabkan tambahan beban banjir banjir.
Drainase yang memotong kontur, untuk secepatnya mengeringkan air, dengan menarik garis terpendek dan terdekat ke pembuangan akan secara simultan menyebabkan kekeringan dan banjir yang serius dan penyebaran wilayah permukiman yang tidak merata akan menyebabkan pencemaran dan memperparah kondisi ini.
– Konsep Pengendalian Banjir Dan Kekeringan.
Ada beberapa metode pendalian banjir sekaligus pendalian masalah kekeringan yang sering dilakukan di bagian tengah dan hulu seperti : sabo dam, dam/ bendungan, embung/penampung air/ retention basin dan retarding basin/ penghambat air.
Di beberapa negara retarding basin konstruksinya dibuat untuk mengatasi banjir sungai, namun adapula diletakan di area tangkapan air. Kondisi Kabupaten Majene yang mayoritas wilayah kemiringan dan perbukitan, penulis meyakini retarding basin cocok untuk diterapkan, terutama dengan mempertimbangkan bangunan yang ramah lingkungan.
– Retarding Basin
Filosofi metode ini adalah dengan mencegat air yang mengalir dari hulu dengan membuat kolam penghambat aliran. Retarding basin di buat ditengah dan hulu dari daerah yang akan di selamatkan. Fungsi dari bangunan ini adalah untuk memangkas puncak banjir dan meningkatkan konservasi tanah karena selama air tertahan maka peresapan terjadi.
Retarding basin sedapat mungkin didesain ramah lingkungan dengan memanfaatkan cekungan-cekungan di area perbukitan. disarankan dinding retarding basin tidak diperkuat dengan pasangan, cukup dengan tumpukan batu /beton yang memenuhi standar berat dan diperkuat dengan aneka tanaman sehingga secara berkelanjutan akan meningkatkan kualitas ekologi dan konservasi air. Retarding basin dapat dikombinasikan dengan perencanaan areal resapan dan hutan kota dan bahkan dapat sebagai sarana taman wisata.
Pekerjaan ini di awali dengan inventarisasi lokasi banjir dan kekeringan dan potensi aliran permukaan (run off) dari tengah hingga hulu, dan membuat analisis potensi debit banjir. Setelah lokasi-lokasi yang cocok ditemukan, maka dilakukan sosialisasi ke masyarakat dan pembebasan tanah jika diperlukan. Pembuatan retarding basin ini jauh lebih murah jika dibandingkan dengan membuat kanal-kanal banjir. Karena lokasinya diluar pusat perekonomian, konstruksinya juga sederhana dan ramah lingkungan, tidak diperlukan konstruksi tambahan
seperti jembatan, pelintasan, tanggul dan perlindungan tebing.
Dengan dibangunnya retarding basin, penulis yakin, banjir dan kekeringan yang terjadi di Kabupaten Majene dapat diredam. Air di area ketinggian di perbukitan ditengah dan hulu aliran dapat direm sementara dan diresapkan kedalam tanah. Konstruksi retarding basin yang akan dibangun sesuai dengan hitungan volume banjir yang akan direduksi. Semakin banyak retarding basin, tinggi dan volume genangan yang dapat diatasi semakin besar.
Namun perlu diingat bahwa penanganan banjir dan kekeringan ini adalah pekerjaan simultan dan terus menerus dari berbagai aspek, seperti: drainase, penghijauan, areal resapan, sumur resapan, penghutanan kembali, penghentian penebangan hutan dan revitalisasi sungai dan rawa, dll yang dilakukan secara serius dan terintegrasi.
Referensi :
1. http://www.majenekab.go.id
2. http://m.antaranews.com/berita/222266/banjir-di-majene-rendam-dua-kecamatan
3. http://m.antaranews.com/berita/290702/banjir-genangi-jalan-jalan-kota-majene
4. http://m.liputan6.com/news/read/285997/banjir-di-majene-belum-surut
5.http://regional.kompas.com/read/2014/12/29/21254191/Jalur.Trans.Sulawesi.Terendam.Banjir.SPBU.Majene
6. http://m.inilah.com/news/detail/74881/banjir-rendam-2-kabupaten-di-sulbar
7. http://news.csr.id/2012/12/banjir-rendam-ratusan-rumah-di-majene
8. http://www.wartaekspres.com/2015/08/20/kemarau-panjang-dua-desa-di-majene-krisis-air-bersih/
9. http://m.antarasulsel.com/berita/11117/sungai-mosso-majene-kekeringan
10. http://m.antarasulsel.com/berita/6536/enam-kelurahan-di-majene-kesulitan-air
11. http://infopublik.id/read/23191/sulbar-fokus-atasi-krisis-air-bersih-majene.html
12. Eko-hidraulik, Agus Maryono
13. Restorasi Sungai, Agus Maryono
14. www.melbournewater.com.au
15. http://www.japanriver.or.jp